Wednesday, May 6, 2015

Nilai Kebudayaan dalam Film "Di Timur Matahari"

ANALISIS DAN PEMBAHASAN
 Film Di Timur Matahari  amat banyak menampilkan tanda-tanda yang bisa dimaknai  macam-macam. Dalam makalah ini  dianalisis  sejumlah tanda baik visual maupun verbal yang terkait dengan representasi  Kearifan Lokal  dalam film di Timur matahari.
1.     Deskripsi Objek Penelitian
Film berjudul ‘Di Timur Matahari’ adalah sebuah film keluarga, karya Ari Sihasale lewar rumah produksi Alenia Pictures dengan produser eksekutif Nia Sihasale Zulkarnaen. Setelah menyutradarai film King (2009) yang mengambil lokasi di Jawa Timur, kemudian film Tanah Air Beta (2010) di Kupang NTT, lalu Serdadu Kumbang (2011) di Pulau Sumbawa Alenia Pictures kembali mengangkat film tentang anak-anak dan keluarga. Film “Di Timur Matahari (2012) ini bercerita soal perdamaian dan hausnya anak-anak akan pendidikan, dengan latar belakang keindahan alam di Tiom, kabupaten Lanny Jaya, Papua.
Kedekatan emosional Ari dengan Papua inilah yang agaknya mendorong suami Nia Zulkarnaen ini membuat film pendidikan dengan latar belakang konflik perang suku dan uniknya budaya Papua. “Saya lahir di Papua, dan melihat realita yang kini terjadi di Papua, saya pun terdorong untuk mengajak masyarakat agar mengenal Papua lebih dekat melalui film ini,” ujar Ari Sihasale  saat jumpa pers lauching film ‘Di Timur Matahari’, di Jakarta beberapa waktu lalu.
Film ini menguak peran anak-anak yang identik dengan kepolosan, keluguan dan keceriaan di tengah konflik orang dewasa yang tak berujungpangkal dan sudah membudaya yakni perang suku. Keluguan anak-anak Papua yang haus pendidikan direpresentasikan melalui lima karakter anak Papua. Lima sekawan itu adalah Mazmur, Thomas, Suryani, Agnes, dan Yoakim. Mereka anak-anak yang haus akan pendidikan dan berusaha untuk menggapai cita-cita, namun harus terbentur dalam kondisi dan situasi yang sangat sulit.
2.     Analisis Data Ikon  Film Di Timur Matahari
·         Keindahan  alam Papua. Suasana alam Papua yang amat indah, ada jembatan bamboo dan sejumlah anak berbaju putih merah menuju sekolah, Menunjukkan kegigihan anak-anak Papua untuk menempuh pendidikan meskipun harus melalui tantangan alam yang  keras
·         budaya  gigi ganti gigi, budaya balas dendam. “Mikael, ini bukan masalah dendam, tapi ini masalah adat yang sudah ribuan tahun sebelum kamu ada! Gigi ganti gigi, pipi ganti pipi,” ujar Alex.Ujar alex saat ingin membalas dendam kematian kakaknya Blasius, Masalah adat papua yang lebih mempertahankan harga diri lewat perang ketimbang menghargai  nyawa dan perdamaian
·          sisa sisa pertempuran dan nyanyian perdamaian. Anak-anak menatap ke depan di tengah sisa-sisa pertempuran dan pertikaian antar suku yang  menyisakan kobaran api di mana-mana, Nyanyian anak-anak papua yang meminta  konflik orang tua mereka berakhir dengan kedamaian  
3.     PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN
Sangat disadari bahwa  menelaah  makna dari tanda-tanda yang muncul dalam sebuah film tidak mudah. Begitu juga saat melihat film “ Di Timur Matahari”, representasi kekerasan perang suku di sejumlah adegan  dalam film ini  mengungkapkan bahwa secara budaya, kekerasan di tanah papua memang  sudah menjadi sebuah kebiasaan. Sebagaimana diungkapkan oleh  Alex, “ini bukan masalah dendam, tapi ini masalah adat yang sudah ribuan tahun sebelum kamu ada! Gigi ganti gigi, pipi ganti pipi,” Jadi ada budaya yang memang mengijinkan adanya balas dendam demi mempertahankan harga diri. Sebagaimana muncul dalam dialog berikutnya: “Menyelamatkan harga diri, bagi Alex, lebih penting daripada menyelamatkan nyawanya sendiri. “Mata dibalas mata, gigi dibalas gigi,” kata Alex tegas. Adakah kearifan local mencuat dalam film ini? Sebenarnya banyak dan dimunculkan lewat  penggambaran sosok anak-anak polos yang begitu bersemangat menempuh pendidikan. Anak-anak itu tetap menunggu datanganya  sang guru pengganti, dan mereka terus saja mengisi kegiatan dengan  menyanyi atau bermain bola.Atau muncul dalam adegan ketika mereka –anak-anak itu minta kepada siapa saja  yang mereka temui, ibu dokter, bapak pendeta, para pekerja untuk mengajari mereka agar bisa pintar. Persoalan ekonomi juga muncul dalam film itu, saat menggambarkan kesulitan Michael dan istrinya mencari barang kebutuhan sehari-hari. Istri Michael (diperankan oleh Laura Basuki)  terkejut karena harga barang-barang sepele begitu mahalnya.
Di ceritakan Michael dan istri belanja di satu warung, total belanjaan jutaan rupiah. Si istri meminta bon dan membaca harga yang tertulis.Minyak goreng dua liter Rp. 350.000, beras dua karung beras Rp. 1 juta.Si istri pun berkomentar “Bagaimana tidak minta merdeka kalau harga-harga seperti ini!” Ini merupakan kritikan tajam dan halus  mengenai penanganan pemerintah terhadap Papua di bidang ekonomi dan pemerataan pembangunan. Bila dibiarkan wajar saja apabila rakyat Papua menginginkan kemerdekaan mereka keluar dari Indonesia.
Film ini juga bicara soal denda adat, ini adalah salah satu persoalan yang ingin diluruskan.Sebagian masyarakat asli masih mengguanakan denda adat sebagai penyelesaian sebuah masalah. Denda adat ini  di sisi yang lain terkadang lebih “berat” daripada hukum  yang berlaku. Sebagai contoh, dalam film tersebut ada seorang pekerja yang menabrak seorang warga local, kemudian dia harus membayar denda adat sebesar Rp.50 juta.
Setelah kematian Blasius  dalam sebuah  musyawarah adat , ditetapkan adanya denda adat  sebesar RP 3 milyar. Michael  adik Blasius  sempat memprotes, karena dia tahu warga semua miskin pasti tidak akan sanggup membayar denda sebanyak itu. Ketika Michael mengatakan, bagaimana kalau mereka tak sanggup bayar? Dengan entengnya di jawab oleh yang hadir: “ Mereka bisa tawar toh? Michael berteriak ”Ini namanya dagang!” Dalam film ini terselip kritik yang melihat  denda adat  di Papua kerap  menjadi komoditi perdagangan tanpa melihat kondisi dan situasi masyarakat yang ada.
Perang antar suku tak dapat dihindari karena tak tercapai kesepakatan nilai denda adat di tengah mereka.  Bu dokter ( diperankan oleh  Ririn Ekawati )sudah memperingatkan untuk tidak memintanya mengobati warga yang terluka karena perang. Tapi apa yang bisa dilakukan bu dokter ketika anak-anak menjerit dan meminta bu dokter mengobati ayah-ayah  mereka yang tertancap panah? Nilai-nilai kemanusian terusik melihat fakta bahwa perang antarsuku itu sangat membuat luka yangdalam bahkan bisa mematikan.
Nilai lain yang hendak dibongkar dan diluruskan adalah soal perang suku. Bagi warga Papua khususnya dalam film Di Timur Matahari, aksi pembunuhan adalah pelanggaran adat berat. Kematian Blasius memicu adanya perang antar suku hanya demi mempertahankan harga diri sebagai masyarakat Papua. Diceritakan saat pendeta ( diperankan Lukman sardi)  terlibat dialog dengan warga yang siap berperang dan dia bertanya, “Tidak bisakah diselesaikan dengan bermusyawarah?” Salah satu warga  menjawab. “ ini demi harga diri”. Film ini kemudian memasukkan nilai-nilai arif lewat kata-kata sang  pendeta :“(Tuhan) Allah mana yang mengijin kan perang demi mempertahankan sebuah harga diri?”
Klimaks film yang berdarah-darah dan penuh api amarah  ditutup dengan solusi yang manis. Lewat  adegan Mazmur diikuti empat kawan-kawannya masuk di tengah perang antar suku. Blasius ayah  mazmur sudah meninggal, demikian juga dengan ayah kawan-kawannya. Mazmur  kemudian bernyanyi diikuti kawan-kawannya juga para orang tua dan pak pendeta. Lagu dalam bahasa Papua begitu menghipnotis.Terdengar beberapa kata Tuhan Yesus dalam nyanyian tersebut.Perang pun akhirnya berhenti, semua diam menunduk.Meski tak menyelamatkan semuanya, mengingat sudah banyak korban jiwa yang jatuh dan banyak rumah terbakar, tapi semangat perdamaian sudah tercipta di tengah mereka.

No comments:

Post a Comment

Pengantar Animasi dan Desain Grafis

12 Prinsip Utama pada Animasi Kata “animasi” berasal dari kata “animate,” yang berarti untuk membuat obyek mati menjadi seperti hidup. Seor...